Thursday, 12 November 2015

Semua Hanyalah Tititpan

Yach...  ,
Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobiku hanya titipan-Nya,
bahwa rumahku hanya titipan-Nya,
bahwa hartaku hanya titipan-Nya,
bahwa putraku hanya titipan-Nya,
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka.

Yach....., pokoknya....
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah, maka selayaknya derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku,

Duh...... Gusti Alloh...., padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…,
Mengapa aku baru menyadari ;
“ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama".

Keutamaan Hari Jumat

Bismillah....
Saudaraku....
Sekedar mengingatkan...
Bagi yang belum membaca suroh 'Al Kahfi', monggo segera membacanya, agar mendapat kemuliannya.
Nabi shallallahu 'alahi wasallam bersabda :

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ.          
“Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, niscaya akan disinari cahaya antara ia dan Ka’bah..”                                   (Shahih, HR. ad-Darimi; Shahihul Jami’: 6471 al-Albani)

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ.                      
“Barangsiapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at, ia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at..”
(Shahih, HR. an-Nasa’i, al-Baihaqi; Shahihul Jami’: 6470 al-Albani)                  

Saudaraku....                                                                          Jangan lupa pula  bahwa ada waktu "Do'a Mustajab" pada hari ini ( Jum'at ), Ayo manfa'atkan dan sertakan kerabat dan kawan-2 yg anda kenal dalam do'a shalih anda...

قال ٌرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :َ إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ سَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Pada hari Jum'at ada suatu waktu yang bila seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah bertepatan dengan waktu tersebut, Allah pasti memberinya." (HR. An Nasaa'i)                

  قال رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :َ يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: "Pada hari Jum'at ada dua belas jam, dan tak ada seorang hamba pun yang meminta sesuatu kepada Allah pada jam-jam itu kecuali Allah akan memberinya. Jadi, carilah waktu tersebut pada akhir waktu Ashar." (HR. An Nasaa'i)                                        .                                                                              Saudaraku...
Dan jangan lupa juga ya, untuk perbanyak  membaca shalawat  atas Nabi kita...        

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أَكْثِرُوا مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ ولَيْلَةِ الْجُمْعَةِ فَمَنْ فَعَلَ ذَالِكَ كُنْتُ لَهُ شَهِيْداً وَ شَفِيْعاً يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : ”Perbanyaklah ber-shalawat kepadaku di hari Jum'at dan malam Jum'at,  Barang siapa melakukan hal itu, maka aku menjadi saksi dan memberi syafa’at baginya di hari kiamat. (HR. Al Baihaqi, dihasankan oleh As Suyuthi).                                                                        -------                                 الّلهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يحِبُّكَ وَالعَمَلَ الَّذِ ي يُبلِّغُنِى حُبَّكَ الّلَهُمَ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نََفْسِى وَأَهْلِى

”Yaa Allah yaa Rabb, kami mohon pada-Mu karunia cintaMu dan  karunia untuk mencinta orang-2 yang mencintaiMu, serta kami mohon karunia amal yang dapat mengantarkan kami mencintai-Mu. Yaa Allah yaa Rabb, jadikanlah Cinta kami kepada-Mu melebihi cinta kami kepada diri sendiri dan keluarga kami.”
Baarakallau fiikum.
Semoga bermanfaat

Budaya Gadget

Dunia dalam genggaman.

Melihat perkembangan akhir2 ini cukup memprihatinkan, khususnya kehadiran HP dg berbagai atributnya. Mulai WA, BB, Line, Telegram dll.

Beberapa catatan yg terjadi karena adanya HP, sbg berikut:

1. Dulu, kebersamaan begitu Indah. Suami istri bisa saling menatap wajah, tapi sekarang semua berubah karena HP. Saat menatap wajah, ternyata pasangan kita sedang menatap HP.

2. Saat makan bersama, dulu bisa saling bercakap-cakap. Kini, semua berubah...! Tangan kanan pegang sendok, tangan kiri pegang HP.

3. Saat bersama di ruang tamu. Dulu, saling bertanya kabar antar anggota keluarga. Sekarang...? Anak main game di HP, Ayah sibuk melayani klien di BBM dan Ibu sedang asyik bersosialita di Facebook.

4. Saat berada di dalam mesjid, dulu bisa khusyu` mendengar pengajian. Tak ada yang dirisaukan. Sekarang...? Duduk bersila di depan ustadz, wajah menunduk, mata serius menatap HP dan tangan sibuk mengetik keypad...!

5. Saat berada di dalam kamar, harusnya bisa asyik becanda dengan pasangan. Tapi sekarang...? Yang satu menghadap tembok dengan tangan meraba screen HP, yang satu lagi juga melakukan hal yang sama.

6. Saat silaturahim ke rumah saudara, dulu bisa becanda ketawa ketiwi. Sekarang...? Meski perjalanan jauh sudah ditempuh, sampai tiba di lokasi juga dihabiskan waktu untuk sibuk dengan HP sendiri.

7. Bertamu di rumah orang, dulu disambut dengan wajah ceria dan bahagia, ramah bisa ngobrol banyak hal. Sekarang...? bertamu di rumah orang, disambi dengan membalas sms, menerima telepon dan whatsap-an, sembari sekedar menjawab obrolan kita dengan..."oh gitu ya iya... Oh, bener itu Oh.” Garing...!

8. Sehabis sholat, dulu bisa tenang dan khusyu` berzikir. Hati bisa connect ke Allah langsung. Kini...? Setelah salam, langsung merogoh saku, HP pun dikeluarkan.

9. Dulu, saat pasangan curhat soal hatinya dan pikiran siap mendengarkan. Sekarang...? Saat pasangan curhat, konsentrasi pada HP sedangkan telinga pura-pura mendengar.

10. Apakah anda merasa spt itu...😊

Sebuah Kisah Untuk Pencari Ilmu

Sebusah Kisah untuk Pencari Ilmu

Ada seorang santri dari Indonesia menuntut ilmu di Rubath Tarim pada zaman Habib Abdullah bin Umar Asy-Syathiri. Setelah di sana 4 tahun, santri itu minta pulang. Dia pamit minta izin pulang kepada Habib Abdullah.
“Habib, saya mau pulang saja.”
“Lho, kenapa?” tanya beliau.
“Bebal otak saya ini. Untuk menghafalkan setengah mati, tidak pantas saya menuntut ilmu, saya minta izin mau pulang.”
Habib Abdullah berkata “Jangan dulu, sabar.”
“Sudah Bib, saya sudah empat tahun bersabar, sudah tidak kuat, lebih baik saya menikah saja.”
Lalu beliau berkata “Sebentar, saya mau mengetes dulu bagaimana kemampuanmu menuntut ilmu.” santri itu menjawab “Sudah bib, saya menghafalkan setengah mati, tidak hafal- hafal.”

Habib Abdullah kemudian masuk ke kamar, mengambil surat-surat untuk santri itu. Pada masa itu surat-surat dari Indonesia ketika sampai di Tarim tidak langsung diberikan. Surat tersebut tidak akan diberikan kecuali setelah santri itu menuntut ilmu selama 15 tahun.
Kemudian Habib Abdullah menyerahkan seluruh surat itu kepadanya, kecuali satu surat.
Setelah diterima, dibacalah surat-surat itu sampai selesai. Satu surat yang tersisa kemudian diserahkan.
“Ini surat siapa?” tanya Habib.
“Owh, itu surat ibu saya.”
“Bacalah!”
Santri itu menerima surat dengan perasaan senang, kemudian dibacanya sampai selesai.
Saat membaca, kadang dia tersenyum sendiri, sesekali diam merenung, dan sesekali dia sedih.
“Sudah kamu baca?” tanya beliau lagi.
“Sudah ya habib.” “Berapa kali?” tanya beliau.
“Satu kali ya habib." “Tutup surat itu! Apa kata ibumu?”
“Ibu saya berkata saya disuruh mencari ilmu yang bener, bapak sudah membeli mobil baru. Adik saya sudah diterima bekerja di sini, dan lain-lain.”
Isi surat yang panjang itu dia berhasil menceritakannya dengan lancar dan lengkap. Tidak ada yang terlewatkan.
“Baca satu kali kok hafal? Katanya bebal gak hafal-hafal, sekarang sekali baca kok langsung hafal dan bisa menyampaikan.” kata Habib dengan pandangan serius.
Santri itu bingung tidak bisa menjawab. Dia menganggap selama ini dirinya adalah seorang yang bodoh dan tidak punya harapan. Sudah berusaha sekuat tenaga mempelajari ilmu agama, dia merasa gagal. Tetapi membaca surat ibunya satu kali saja, dia langsung paham dan hafal.

Habib Abdullah akhirnya menjelaskan kenapa semua ini bisa terjadi. Beliau mengatakan:

ﻷﻧﻚ ﻗﺮﺃﺕ ﺭﺳﺎﻟﺔ ﺃﻣﻚ ﺑﺎﻟﻔﺮﺡ ﻓﻠﻮ ﻗﺮﺃﺕ ﺭﺳﺎﻟﺔ ﻧﺒﻴﻚ ﺑﺎﻟﻔﺮﺡ
ﻟﺤﻔﻈﺖ ﺑﺎﻟﺴﺮﻋﺔ

“Sebab ketika engkau membaca surat dari ibumu itu dengan perasaan gembira. Ini ibumu, coba jika engkau membaca syariat Nabi Muhammad Saw dengan bahagia dan bangga, ini adalah Nabiku, niscaya engkau sekali baca pasti langsung hafal. ”

Banyak saudara-saudara kita (atau malah kita sendiri) yang tanpa sadar mengalami yang dirasakan santri dalam kisah di atas. Jawabannya adalah rasa cinta. Kita tidak menyertakan perasaan itu saat membaca dan mempelajari sesuatu, sehingga kita merasa diri kita bodoh dan tidak punya harapan sukses.

Banyak orang merasa bodoh dalam pelajaran, tetapi puluhan lagu-lagu cinta hafal di luar kepala. Padahal tidak mengatur waktu khusus untuk menghapalkannya.

ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﻓﺘﺢ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻓﺘﻮﺡ ﭐﻟﻌﺎﺭﻓﻴﻦ ﻭﺍﺭﺯﻗﻨﺎ ﻓﻬﻢ ﺍﻟﻨﺒﻴـﻴﻦ ﻭﺇﻟﻬﺎﻡ ﭐﻟﻤﻼﺋﻜﺔ
ﺍﻟﻤﻘﺮﺑﻴﻦ ﺑﺮﺣﻤﺘﻚ ﻳﺂ ﺃﺭﺣﻢ ﺍﻟﺮﺍﺣﻤﻴﻦ

(Habib Abdullah bin Umar Assyatiriy adalah ayahanda Habib Salim bin Abdullah Assyatiriy)